+62.31.598.1809 info@hcg.co.id

Prioritaskan yang Penting, Bukan Hanya Mendesak

Dalam dunia kerja yang serba cepat, kita sering kali terjebak dalam arus tugas-tugas yang mendesak. Ada panggilan telepon yang harus dijawab, email yang harus dibalas, dan meeting yang harus dihadiri. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, apakah kita benar-benar meluangkan waktu untuk hal-hal yang benar-benar penting?

Stephen Covey, dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, mengajarkan kepada kita pentingnya prinsip “First Things First.” Prinsip ini menekankan bahwa kita harus mengutamakan apa yang penting dalam hidup, bahkan jika itu tidak mendesak. Covey mengelompokkan aktivitas kita ke dalam empat kuadran:

  1. Penting dan Mendesak: Krisis dan masalah mendesak yang perlu diselesaikan segera.
  2. Penting tapi Tidak Mendesak: Aktivitas yang berkontribusi pada tujuan jangka panjang dan pengembangan pribadi.
  3. Tidak Penting tapi Mendesak: Gangguan dan interupsi yang sering kali datang dari luar.
  4. Tidak Penting dan Tidak Mendesak: Aktivitas yang membuang waktu dan tidak memberikan nilai tambah.

Sayangnya, banyak dari kita yang terjebak di kuadran ketiga, menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tampak mendesak namun sebenarnya tidak penting. Akibatnya, hal-hal yang penting tapi tidak mendesak—seperti perencanaan strategis, pengembangan keterampilan, dan membangun hubungan yang bermakna—terabaikan.

source: https://www.actitime.com/time-management-guide/time-management-covey-matrix

source: https://www.actitime.com/time-management-guide/time-management-covey-matrix

Mengapa Kita Terjebak?

Terkadang, kita merasa bahwa menyelesaikan hal-hal mendesak memberikan kepuasan instan—perasaan bahwa kita produktif. Namun, produktivitas tidak selalu berarti efektivitas. Menyelesaikan banyak tugas kecil mungkin membuat kita merasa sibuk, tapi apakah itu membawa kita lebih dekat pada tujuan utama kita?

Bagaimana Memprioritaskan yang Penting?

  1. Evaluasi Aktivitas Anda: Luangkan waktu untuk memetakan aktivitas harian Anda ke dalam empat kuadran Covey. Ini akan membantu Anda mengenali di mana Anda menghabiskan sebagian besar waktu dan energi Anda.
  2. Buat Rencana: Prioritaskan aktivitas di kuadran kedua. Mulailah dengan membuat rencana harian atau mingguan yang memasukkan aktivitas penting namun tidak mendesak.
  3. Belajar untuk Mengatakan “Tidak”: Tidak semua hal mendesak harus segera ditangani. Belajarlah untuk mengatakan “tidak” pada gangguan yang tidak penting, dan fokuskan energi Anda pada apa yang benar-benar penting.

Penutup

Mengutamakan hal yang penting di atas hal yang mendesak tidak hanya akan membuat Anda lebih efektif, tetapi juga lebih puas dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda. Dengan menerapkan prinsip “First Things First,” Anda tidak hanya akan menjadi lebih produktif, tetapi juga lebih proaktif dalam mencapai tujuan jangka panjang.

Semoga artikel ini menjadi sebuah “refresh” positif bagi Anda, mengingatkan kita semua untuk selalu fokus pada apa yang benar-benar penting, dan bukan sekadar mendesak.

Referensi

  1. Stephen Covey, The 7 Habits of Highly Effective People (1989): Buku ini memperkenalkan konsep “First Things First” yang menekankan pentingnya memprioritaskan hal-hal yang penting daripada yang mendesak. Habit ketiga dari Covey ini adalah dasar dari Covey’s Time Management Matrix yang digunakan untuk membagi tugas-tugas berdasarkan urgensi dan kepentingannya.
  2. Quidlo Blog: “Stephen Covey’s Time Management Matrix – 4 Quadrants”: Artikel ini memberikan penjelasan detail tentang empat kuadran dari Covey’s Time Management Matrix, dan bagaimana menerapkannya untuk meningkatkan produktivitas dan keseimbangan kerja-hidup. Sumber.
  3. Mapien Blog: “Get Priorities Straight With Covey’s Time Management Matrix”: Blog ini membahas pentingnya memprioritaskan tugas yang penting dan bagaimana Covey’s Time Management Matrix bisa membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Sumber​(Mapien).

Confused? Here’s Your Outsourcing Guide

In today’s global market, many companies face stiff competition and must be creative to remain profitable. One practice that helps companies save on production costs is outsourcing, which involves contracting out some of a company’s business functions to third-party vendors or service providers.

Labor supply is one of the practices that fall under outsourcing. Labor supply involves hiring employees from a third-party vendor or service provider rather than directly hiring them as part of the company’s workforce. This means that a company can contract out some of its mundane or non-core business functions, such as data entry or customer service, to a third-party labor provider, who then hires and manages employees to carry out the tasks.

The differences between outsourcing and labor supply

Outsourcing typically involves hiring a third-party vendor to provide a range of services, while labor supply specifically refers to the practice of contracting out employees from a third-party labor provider. (Amusan, L. et al., 2022)

Labor supply can be considered a subcategory of outsourcing, as it specifically involves the hiring of labor rather than outsourcing a broader range of business functions. (Guerrón-Quintana, P. and Jinnai, R., 2019)

However, outsourcing can also include the contracting out of specialized services such as IT or accounting. In any case, outsourcing and labor supply are both strategies that allow companies to save on production costs while maintaining focus on their core competencies. Labor supply can be a particularly effective outsourcing practice in situations where companies need to quickly scale up or down their workforce, as third-party labor providers can provide flexibility in terms of the number of employees they can hire or lay off based on a client company’s needs.

Which one is more beneficial for the organization

Whether outsourcing or labor supply is more beneficial for an organization depends on various factors such as the size of the company, the nature of its operations, and the company’s specific goals and objectives. Ultimately, it is up to each organization to carefully evaluate its needs and consider the costs and benefits of outsourcing (Suklan, J., Kavčič, K. and Milost, F., 2016)versus labor supply to determine which strategy will be most effective for achieving its desired outcomes.

The strengths and weakness of outsourcing

The strengths of outsourcing are numerous, including the ability to reduce costs, access specialized expertise and technology, improve efficiencies and productivity, and ultimately enhance competitiveness.

One of the main weaknesses of outsourcing, however, is that it can be difficult to maintain quality control and ensure consistent standards when dealing with third-party vendors.

The strengths and weaknesses of labor supply

The strengths of labor supply include the ability to quickly and easily scale up or down a company’s workforce based on changing needs, as well as the flexibility to negotiate contracts with third-party labor providers. However, one of the main weaknesses is a lack of control over employee training and development, as well as potential issues around worker engagement and loyalty when there is a lack of direct employment relationship between workers and the client company.

Analysis steps before deciding on outsourcing or labor supply

Before deciding whether to pursue outsourcing or labor supply as a strategy, companies need to conduct a careful analysis of their operations and evaluate factors such as the level of demand for their products or services, the availability of skilled labor in their industry and geographic location, as well as cost considerations such as taxes and wages. It is important to also consider potential risks and challenges associated with each approach, such as legal and regulatory issues, language barriers in offshore outsourcing, and communication challenges when coordinating with third-party labor suppliers in a global supply chain.

Summary

In summary, labor supply is a form of outsourcing that can provide significant advantages for companies in terms of flexibility and cost savings.

However, it is crucial for organizations to carefully consider the potential strengths and weaknesses of both outsourcing and labor supply before implementing a specific strategy. It is recommended that companies conduct a thorough analysis of their business needs and thoroughly research potential vendors before engaging in outsourcing or labor supply.

References

Amusan, L. et al. (2022) “Re-strengthening the Adoption of Outsourcing Concept in Construction Firms: Issues and Challenges,” Iop Conference Series Earth and Environmental Science, 1054(1),p. 012044. Available at: https://doi.org/10.1088/1755-1315/1054/1/012044.
Guerrón-Quintana, P. and Jinnai, R. (2019) “Financial frictions, trends, and the great recession,” Quantitative Economics, 10(2),p. 735-773. Available at: https://doi.org/10.3982/qe702.
Suklan, J., Kavčič, K. and Milost, F. (2016) “Outsourcing Logistics Activities: Evidence from Slovenia,” Promet – Traffic&transportation, 28(6),p. 575-581. Available at: https://doi.org/10.7307/ptt.v28i6.2042.
Danzer, A., Feuerbaum, C. and Gaessler, F. (2020) “Labor Supply and Automation Innovation,” SSRN Journal, 20(09),p. 68. Available at: https://doi.org/10.2139/ssrn.3642594.

7 Kebiasaan Covey untuk Hidup Efektif

Stephen Covey, dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, memperkenalkan konsep yang kuat untuk pengembangan diri dan efektivitas dalam menjalani kehidupan pribadi maupun profesional. Kebiasaan-kebiasaan ini mengajarkan prinsip-prinsip mendasar yang dapat membantu seseorang mencapai keseimbangan, produktivitas, dan kepuasan hidup. Berikut adalah rangkuman singkat dari 7 kebiasaan tersebut:

  1. Bersikap Proaktif (Be Proactive) Kebiasaan pertama mengajarkan pentingnya tanggung jawab pribadi. Orang yang proaktif fokus pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan, dan tidak membuang waktu atau energi pada situasi yang berada di luar kendali. Dengan menjadi proaktif, kita dapat membuat keputusan dengan penuh kesadaran daripada bereaksi secara impulsif terhadap situasi.
  2. Mulai dengan Akhir dalam Pikiran (Begin with the End in Mind) Covey mengajarkan bahwa efektivitas dimulai dengan visi yang jelas tentang tujuan hidup kita. Dengan memahami apa yang ingin kita capai, kita bisa merencanakan langkah-langkah untuk mencapainya dan memastikan setiap tindakan selaras dengan visi jangka panjang kita.
  3. Dahulukan yang Utama (Put First Things First) Penting untuk menetapkan prioritas berdasarkan pentingnya, bukan mendahulukan hal-hal yang sekadar mendesak. Habit ini menekankan pentingnya manajemen waktu yang baik dengan memastikan bahwa kegiatan yang membawa dampak besar pada tujuan jangka panjang kita selalu menjadi prioritas.
  4. Berpikir Menang-Menang (Think Win-Win) Dalam hubungan profesional dan pribadi, Covey mendorong pendekatan “menang-menang” di mana kedua pihak memperoleh keuntungan. Berpikir menang-menang berarti mencari solusi yang bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat, alih-alih melihat interaksi sebagai kompetisi.
  5. Pahami Dahulu, Baru Dipahami (Seek First to Understand, Then to Be Understood) Mendengarkan dengan empati adalah inti dari kebiasaan ini. Sebelum kita mencoba untuk dipahami oleh orang lain, penting untuk terlebih dahulu memahami perspektif, perasaan, dan kebutuhan mereka. Dengan cara ini, kita dapat berkomunikasi lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih dalam.
  6. Bersinergi (Synergize) Sinergi adalah hasil dari kerja sama tim yang efektif. Dengan menggabungkan kekuatan dan keterampilan yang berbeda, kita dapat menciptakan hasil yang jauh lebih besar daripada yang bisa dicapai sendirian. Ini tentang menghargai perbedaan dan bekerja sama menuju tujuan bersama.
  7. Asah Gergaji (Sharpen the Saw) Kebiasaan terakhir mengingatkan kita untuk terus memperbarui diri secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Seperti gergaji yang perlu diasah agar tetap tajam, manusia juga perlu meluangkan waktu untuk merawat dan mengembangkan diri agar tetap produktif dan seimbang.

Dengan menerapkan 7 Habits ini dalam kehidupan sehari-hari, seseorang bisa menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuannya, membangun hubungan yang lebih baik, serta menjalani hidup yang lebih bermakna dan seimbang.

Notes: Artikel ini dibantu chat GPT.

Efek Outsourcing pada Income Statement Perusahaan

Outsourcing: Optimalisasi Produktivitas dengan Menggunakan Outsourcing Dilihat dari Sudut Pandang Laporan Keuangan

Strategi bisnis yang sejauh ini paling ampuh adalah fokus pada kegiatan utama. Sehingga Outsourcing merupakan solusi. Kegiatan penunjang bisa diserahkan kepada perusahaan Outsourcing.

Melihat pelaksanaan outsourcing dari sudut pandang laporan keuangan membuat kita menjadi mudah memahami apakah fokus bisnis kita saat ini sudah kepada kegiatan utama atau masih ada kegiatan penunjang yang belum kita pindahkan ke pihak yang lebih profesional untuk mengelolanya, perusahaan outsourcing.

Bagaimana melihat strategi outsourcing ini dari sudut pandang laporan keuangan perusahaan?

Pengaruh Outsourcing terhadap Income Statement

Outsourcing mengubah komponen pencatatan dalam Income Statement. Biaya tenaga kerja yang sebelumnya muncul dalam Operating Expenses kini terintegrasi ke dalam Cost of Goods Sold (COGS) atau Cost of Revenue (COR) ketika outsourcing diterapkan.

Ilustrasi Pencatatan Income Statement:

Tanpa Outsourcing:

– Pendapatan: $1,000,000
– COGS: $400,000
  – Biaya Bahan Baku: $350,000
  – Biaya lain: $50,000
Gross Profit: $600,000
Operating Expenses: $300,000
  – Biaya Tenaga Kerja (karyawan inti + non-inti): $250,000
  – Biaya Administrasi: $50,000
Net Profit: $300,000

Dengan Outsourcing:

– Pendapatan: $1,000,000
– COGS: $600,000
  – Biaya Bahan Baku: $350,000
  – Biaya lain: $50,000
  – Biaya Outsourcing (tenaga kerja non-inti): $200,000 (belum manajemen fee)
Gross Profit: $400,000
Operating Expenses: $100,000
  – Biaya Tenaga Kerja (hanya karyawan inti): $50,000
  – Biaya Administrasi: $50,000
Net Profit: $300,000

Jadi hanya pindah “post” saja? Iya, untuk jangka pendek, dan hal ini adalah indikasi apakah bisnis Anda fokus pada kegiatan utama atau belum. Pelaksanaan Outsourcing tidak memberikan direct impact penghematan biaya. Potesi yang dihasilkan jauh lebih besar. Growth.

Poin Utama:

  1. Efisiensi Biaya: Dengan outsourcing, perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya untuk bisnis inti. Walaupun COGS meningkat karena biaya outsourcing, Operating Expenses berkurang signifikan.
  2. Fokus pada Bisnis Utama: Perusahaan dapat fokus sepenuhnya pada peningkatan revenue, tanpa terbebani oleh manajemen tenaga kerja non-inti.

Beberapa hal memang perlu menjadi pertimbangan sebelum melaksanakan kerjasama dengan perusahaan Outsourcing. Mengenai bagaimana memilih vendor outsourcing yang baik, artikelnya dapat di baca di sini.

Memutuskan untuk melaksanakan outsourcing dan bekerjasama dengan vendor yang kurang tepat tentu saja bukan menjadi solusi, melainkan menambah permasalahan dan potensi permasalahan. Perhatikan hal ini.

Agar optimalisasi terjadi, kita dapat melakukan analisa SWOT, berikut adalah analisa SWOT menerapkan strategi outsourcing.

Analisis SWOT Strategi Outsourcing:

  • Strengths (Kekuatan): Fokus pada core business, efisiensi biaya, dan manajemen SDM yang lebih ringkas.
  • Weaknesses (Kelemahan): Ketergantungan pada vendor outsourcing dan potensi komunikasi yang kurang efektif.
  • Opportunities (Peluang): Peluang ekspansi bisnis dengan biaya operasional yang lebih rendah dan akses ke teknologi atau keahlian spesifik melalui vendor outsourcing.
  • Threats (Ancaman): Fluktuasi biaya jasa outsourcing dan potensi perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional.

Dengan melihat ilustrasi di atas, jelas bahwa strategi outsourcing membawa perubahan pada struktur laporan keuangan, khususnya Income Statement. Dan perubahan di Income Statement ini mencerminkan apakah organisasi bisnis kita sudah fokus pada kegiatan utama atau belum.

Namun, sebelum memutuskan untuk mengadopsi strategi ini, perusahaan harus memahami semua aspek, risiko, dan potensi keuntungan yang mungkin didapat.

Salah satu sumber lain yang memberikan pengetahuan mengenai outsourcing. Artikel OCBC.

Pentingnya Komunikasi dalam Organisasi

Dalam sebuah organisasi, baik besar maupun kecil, komunikasi memainkan peran vital dalam memastikan setiap komponen berfungsi secara harmonis. Dari jajaran direktur hingga staf di lapangan, komunikasi yang efektif dan efisien adalah kunci untuk memastikan organisasi mencapai tujuannya dengan lancar. Komunikasi yang baik tidak hanya menyangkut penyampaian informasi, tetapi juga melibatkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pesan diterima dan ditindaklanjuti oleh semua pihak.

Kenapa Komunikasi Begitu Kritis?

  1. Menghindari Kesalahpahaman Komunikasi yang jelas memastikan setiap anggota organisasi memiliki pemahaman yang sama mengenai tujuan, tanggung jawab, dan ekspektasi yang ada. Dengan begitu, risiko kesalahpahaman yang dapat mengganggu operasional dan menghambat produktivitas dapat diminimalkan. Ketika semua orang memahami apa yang diharapkan dari mereka, mereka bisa bekerja lebih efektif.
  2. Membangun Hubungan yang Kuat Komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai media penyampaian pesan, tetapi juga sebagai sarana membangun hubungan yang kokoh antara anggota organisasi. Melalui komunikasi yang rutin dan bermakna, kepercayaan dan saling menghargai di antara anggota tim dapat tumbuh dengan kuat. Komunikasi yang baik membantu memperkuat rasa memiliki dalam sebuah tim.
  3. Mendorong Partisipasi Aktif Ketika informasi disampaikan dengan jelas dan transparan, setiap anggota organisasi akan merasa terlibat dan dihargai. Hal ini mendorong mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam diskusi, pengambilan keputusan, dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilan organisasi. Keterbukaan dalam komunikasi menciptakan iklim yang inklusif dan mendukung.
  4. Membantu Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik Komunikasi yang efektif memungkinkan informasi mengalir dengan lancar dari satu divisi ke divisi lain. Dengan informasi yang akurat dan tepat waktu, para pemimpin dapat membuat keputusan yang lebih baik dan responsif terhadap situasi yang dihadapi. Kualitas keputusan yang diambil berbanding lurus dengan kualitas komunikasi yang ada.
  5. Meningkatkan Moral Karyawan Komunikasi yang terbuka dan dua arah tidak hanya meningkatkan rasa dihargai di kalangan karyawan, tetapi juga memberikan rasa memiliki. Ketika karyawan merasa didengar dan dihargai, semangat kerja mereka meningkat, begitu pula loyalitas dan komitmen mereka terhadap organisasi.

Komunikasi di Semua Tingkatan

Komunikasi yang baik tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak saja. Di setiap tingkatan organisasi, dari manajemen puncak hingga karyawan di garis depan, komunikasi efektif adalah kunci. Direktur perlu berkomunikasi dengan manajemen dan karyawan, begitu juga sebaliknya. Sebuah organisasi yang berfungsi dengan baik adalah organisasi di mana setiap lapisan dapat berkomunikasi secara terbuka dan saling mendukung.

Kesimpulan

Komunikasi adalah nadi yang menggerakkan setiap organisasi. Tanpa komunikasi yang baik, tujuan organisasi sulit tercapai dan potensi konflik akan meningkat. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap anggota organisasi, tanpa memandang posisinya, untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi yang efektif.

Mari kita semua mengakui pentingnya komunikasi yang jernih, terbuka, dan konstruktif demi mendorong kemajuan bersama serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik.

Referensi: A Simple Hack to Help You Communicate More Effectively by Matt Abrahams

Dibuat dengan bantuan chatGPT.